Monday, July 13, 2015

Green Bay, The Paradise Inside Meru Betiri

Green Bay, is commonly called as Teluk Hijau or Teluk Ijo is located inside Meru Betiri National Park in Banyuwangi. This bay is called as Green Bay, since the water of it seems to be greenish. Usually, the visitors just pass by this Green Bay when they would like to visit Meru Betiri National Park, because the visitors must pass through the footpath before reaching it.

Yet, actually, after reaching Green Bay, the visitors indeed will be shocked by the charming paradise inside Banyuwangi. There, we can enjoy the warm of sun shine, play sand, swimming, and other activities that can be relaxing our mind and brain :).
Enjoying the Beauty of Bay's Panorama, and Let the Lil' Wave of Water Sings the Natural Songs
Ohooo, It's So Nice to Spend Our Vacation There ..... Many People, Many Friends, Many Happiness
Togetherness, Unity in Universe .....
Spending Our Vacation with The Rash of Water .... The Paradise Inside
Ahemmm .... It's So So .... Swim Swim Swim ......and 'I Feel Freee"
Nobody can Forbid Us to Swim and Enjoy This Life .... It is God's Gifts that Must be Enjoyed
White Sand, So Tenderly ....
Playing Sand in Seashore, Feeling the Warm of It ....
Sooooo, .... now, just one sentence that I can say to you, "Let's Go There Now, and enjoy the Gods Gifts, The Paradise Inside".

Pics. Syifa - Siti Fatimah, November 09, 2014

Wednesday, July 8, 2015

The Charming and Beauty of Goa Cina Beach

Goa Cina Beach or Pantai Goa Cina is located in Malang, accurately it is in Sitiarjo Village, subdistrict Sumber Manjing Wetan, South Malang, East Java, Indonesia. We can reach there from Surabaya for about five hours, in which Surabaya-Malang is for about 2 hours, and Malang - Goa Cina Beach is for about 2-3 hours. 

This beach is very charming, and we can list this one as the best travel destination for our vacations. We can enjoy the rolling of waves, sands, the warm of sun shine, and some trees that grow in the seashore.



Yet, one thing that must be considered when we visit this beach is that, the characteristics of waves that is the billow or big waves that tend to be danger as the south beach characteristics as general.

Even, by the carefulness and circumspection, we remain can enjoy this charming and beauty beach in Malang all day long, in wetness, swimming and soaking in the water. And also, playing the sand in the seashore .......



Ahemmm ... before we get there, never worry about the lanes and roads, because we can go through the good roads with charming panorama. And, we can also go through the Jembatan Bajulmati in which for about 80 metres to reach this Goa Cina Bbeach ....
So, just plan your trip, and enjoy your great traveling there .....

Pic. by. Syifa - Siti Fatimah, March 30, 2014

Thursday, February 5, 2015

Candi Tikus, The Place of Holy Water

Candi Tikus or Tikus Temple is located at Dinuk subvillage, Temon village, Trowulan-Mojokerto, East Java. 
This temple was built in the Majapahit Kingdom era, for about 13rd or 14th century, and considered as the place of holy water. It means that the water that come from this place was considered as the holy water. 
It is also considered that this temple is replication of Mahameru Mountain in India. 






As the one of beautiful destination to travel, this temple is also completed with park area. Therefore, people, either children, teens, and adults can enjoy this place well. 




Pics by Ahmad Nur Muhammad,
September 2014
Mojokerto


Monday, February 2, 2015

Gurat Tradisi dan Kearifan Lokal Suku Kajang

Sekitar awal tahun 2014, ada seorang kawan dari Makassar yang kebetulan singgah di Surabaya. Beliau adalah satu dosen di Perguruan Tinggi Makassar yang tengah menyelesaikan program pendidikan doktoralnya di salah satu Perguruan Tinggi di Malang. Saat itu beliau kebetulan baru turun dari pesawat di Bandara Internasional Juanda. 
Sebelum melanjutkan perjalanan ke Malang, beliau singgah dulu di tempat kami. Karena hanya singgah sebentar, beliau merasa tidak perlu menginap di hotel
Sambil menunggu waktu untuk melanjutkan perjalanan ke Malang, saya menemani beliau berbincang basa-basi sebagai dua orang ibu rumah tangga. Obrolan mengenai anak-anak dengan segala keunikan dan tingkah lakunya mengisi percakapan kami, kemudian meluas ke arah aktivitas kami, dan kota asal kami. 
Obrolan kami cukup seru. Biasa, kalau dua orang wanita bertemu, pasti ada saja yang diobrolkan. Hingga akhirnya beliau menceritakan tentang keunikan salah satu suku di Kabupaten Bulukumba, yaitu suku Kajang. 
Patung Berupa Pasangan Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Kajang
Beliau menceritakan tentang bagaimana Suku Kajang Dalam yang tetap memegang teguh adat dan tradisi hingga saat ini. Beliau terlihat sangat antusias dalam menceritakan Suku Kajang kepada saya. Beliau bahkan menunjukkan kondisi Suku Kajang melalui foto dan video yang ada di laptopnya. Sambil membuka-buka file foto-foto dan video beliau selama berkunjung ke wisata adat Ammatoa, beliau banyak bercerita tentang kehidupan masyarakat Suku Kajang, terutama Suku Kajang Dalam, yaitu Suku Kajang yang masih benar-benar murni memegang adat dan tradisi ke'suku'annya. 

Beliau bercerita mengenai Suku Kajang terkait bagaimana kuatnya tingkat spiritualitas mereka, bagaimana Suku Kajang sangat menghargai alam, sehingga kelestarian alam di sana masih terjaga. 
Beliau juga menceritakan cara Suku Kajang melakukan pemilihan kepala adat, melayani tamu, dan aktivitas kehidupan sehari-hari yang masih sangat kental dengan adat dan tradisi nenek moyang. Pemeliharaan dan penjagaan tradisi yang memberi dampak sangat positif terhadap pelestarian alam tersebut menjadikan Suku Kajang menjadi obyek wisata adat di Kabupaten Bulukumba. 

Wisata adat Ammatoa yang bertujuan untuk mengenalkan pada masyarakat, bagaimana adat yang dijaga dan dipelihara tetap ada di bumi Indonesia dan memberikan efek positif bagi pelestarian lingkungan. Saya sangat tertarik dengan cerita beliau tentang Suku Kajang tersebut. Saya minta ijin untuk meng'copy' file foto dan video beliau saat berkunjung ke Suku Kajang Dalam. Hingga sekarang saya masih menyimpan foto-foto dan video beliau di laptop saya. 

Saat membuka twitter, di timeline terbaca oleh saya jika ada Lomba Blog Pegipegi yang bekerjasama dengan Blogdetik dengan tema 'Ecotourism', wisata berwawasan lingkungan. Saya jadi teringat dengan Wisata Adat Ammatoa, wisata adat Suku Kajang, yang pernah diceritakan oleh kawan saya tersebut. Saya pun mulai membuka-buka file foto-foto dan video tentang Suku Kajang di laptop saya, dan mengingat kembali apa yang pernah diceritakan beliau kepada saya. 
Saat Akan Masuk Wisata Adat Ammatoa, Pengunjung Diharuskan Memakai Pakaian Hitam-hitam
Selamat Datang di Kawasan Adat Ammatoa
Rumah-rumah Panggung
Kaum Perempuan Suku Kajang
Mengunjungi kawasan adat akan menjadi sangat menyenangkan, menyeruak hutan-hutan perawan yang jinak oleh adat dengan pepohonan yang tetap tumbuh lebat. Dengan demikian perjalanan wisata #BukanSekedarTraveling, karena akan ada banyak pelajaran dan hikmah yang diperoleh dari perjalanan tersebut. Ya, dengan harapan kearifan lokal Suku Kajang dapat dipelajari dan diaplikasikan dalam pengelolaan wisata di Nusantara.

Beberapa cerita teman saya terkait kearifan lokal di Suku Kajang yang masih sedikit tersimpan dalam ingatan saya dan ingin saya lihat dengan mata kepala sendiri di sana di antaranya adalah:

Pelaksanaan upacara adat yang ramah lingkungan
Ketika ada upacara adat yang mengharuskan makan besar, maka ketua adat tidak memperbolehkan masyarakat untuk berburu binatang ke hutan, tetapi dengan ritual tertentu, maka binatang-binatang hutan itu sendiri yang akan keluar dari hutan. Mendengar cerita tersebut memang terkesan sangat mustahil. Namun begitulah kenyataannya, ketika manusia begitu dekat dengan alam dan menghargainya, maka alam akan memenuhi kebutuhan manusia dengan sendirinya.

Menyiapkan dan Memasak Hidangan untuk Tamu di Dekat Pintu Di Teras Rumah
Tujuannya memang untuk menghormati tamu dan menunjukkan secara terbuka pada tamu, bahwa yang dihidangkan adalah makanan dan minuman yang dimasak dengan cara yang baik dan bersih.

Alam yang Memilih Ketua Adat 
Pemilihan ketua adat yang aman dan terkendali tanpa harus terjadi bentrok dan konflik antarkandidat dan antarpendukung. Mengapa? Karena alam yang akan memilih. Menurut teman saya, pemilihan ketua adat dilakukan dengan melakukan pemantikan api (membakar sesuatu). Setelah itu ditunggu arah asap menuju ke mana. Asap api inilah yang menentukan siapa ketua adat terpilih, yaitu calon ketua adat yang diituju oleh arah asap.

Pastinya masih banyak kearifan lokal yang dapat dipelajari dan dinikmati selama perjalanan wisata adat ini.
Menyambut Hari .....
Pantai di Senja Hari
Menikmati Kuliner Khas di Kajang

Rasanya satu hari berkunjung ke sana tidak akan cukup waktu. Jadi, jika berniat ke sana, maka harus menginap di hotel untuk satu atau dua malam. Apalagi perjalanan di Pantai dan pasar ikannya yang pasti akan menggiurkan sekaligus wisata kulinernya .....
So, siap-siap saja mulai sekarang berburu tiket pesawat murah. 
Ayuuk, siapa mau ikuuut ....
Foto dan Video: Ibu Ulan
Bulukumba, Sulawesi Selatan




Saturday, January 31, 2015

Prambanan Temple and The Legend of Roro Jonggrang

Prambanan Temle is located at Subdistrict Prambanan, Sleman. It's about 17 kilometers from Yogyakarta. Prambanan temple is the largest Hindu Temple that is about 47 meters height and was built at IX century, exactly at Sanjaya Dynasty era, that was King Wamea. 





It's also the beautiful temple due to its slim and height. It seems as the beautiful and elegant girls. There is legend about this beautiful princess that related to Prambanan Temple, that is Roro Jonggrang Legend and Raden Bandung Bondowoso. This legend tells about the Raden Bandung Bondowoso's propose to Roro Jonggrang, but Roro Jonggrang rejected him, because Raden Bandung Bondowoso was the son of King Damar Moyo who had killed her father, King Boko. 
To reject Raden Bondowoso's propose, Roro Jonggrang asked him to build one hundred statues in one night. Yet, because of Roro Jonggrang's efforts to fail Raden's work, Raden Bandung Bondowoso could not finish his work. It was still 999 statues that could be finished. Therefore, Raden could not marry the princess. 
Due to his anger, Raden cursed the princess as the statue too, in order that he could complete the amount of statues to be 1000 statues.
Until now, some people still believe that if there are a couple who making a date in this complex of Prambanan Temple, then they will be broken or separated. 



All Pics taken by Ahmad (Nur Muhammad), 
September, 19, 2014



.comment-content a {display: none;}